![]() |
Foto : Mahdiyal Hasan, S.H., M.H., ( Praktisi Hukum ) |
Padang, 24 Juni 2025 – Kasus pembunuhan disertai mutilasi yang menimpa Septia Adinda (25) di Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, terus menjadi sorotan publik.
Dilansir dari Integritasmedia.com Praktisi hukum Mahdiyal Hasan, S.H., M.H., memberikan tanggapan tajam terkait peristiwa keji yang melibatkan tersangka Satria Juhanda alias Wanda (25) ini, menyebutnya sebagai cerminan krisis moral dan kelemahan sistem hukum.
Dalam keterangannya pada Senin (23/6/2025), Mahdiyal menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar tindakan kriminal biasa.
“Setiap kejahatan pidana mencerminkan bagaimana sistem merespons, seberapa cepat keadilan ditegakkan, dan apakah negara hadir untuk menjamin rasa aman masyarakat. Kasus Wanda menunjukkan adanya kelemahan dalam deteksi dini potensi kejahatan,” ujarnya.
Mahdiyal menyoroti tindakan sadis Wanda yang memutilasi tubuh Septia Adinda menjadi sepuluh bagian dan membuangnya ke Sungai Batang Anai.
Menurutnya, aksi ini tidak hanya keji, tetapi juga terorganisir dan sistematis, memunculkan dugaan bahwa pelaku mungkin tidak bertindak sendirian.
“Tindakan mutilasi yang begitu rapi dan pembuangan jasad yang terencana menunjukkan ada perencanaan matang. Ini bukan sekadar kejahatan impulsif,” tambahnya.
Lebih lanjut, Mahdiyal mempertanyakan efektivitas sistem hukum yang cenderung bergantung pada narasi tunggal dari pelaku.
“Kita tidak boleh menormalisasi kasus seperti ini dengan hanya menerima pengakuan pelaku tanpa pengusutan mendalam.
Sistem hukum harus bekerja lebih kritis untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain,” tegasnya.
Mahdiyal juga menyinggung pentingnya peran pemerintah dan aparat penegak hukum dalam mencegah kejahatan serupa. “Kasus ini adalah peringatan bahwa deteksi dini dan pengawasan terhadap potensi kejahatan harus diperkuat. Negara harus hadir untuk melindungi warga dari ancaman semacam ini,” tuturnya.
Tuntutan Keadilan
Mahdiyal mendesak aparat penegak hukum untuk menjerat Wanda dengan hukuman seberat-beratnya, sesuai Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang mengancam hukuman mati.
Ia juga meminta penyidikan dilakukan secara transparan untuk menjawab keraguan publik, termasuk kecurigaan keluarga korban yang meragukan Wanda bertindak sendirian.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini terungkap setelah potongan tubuh Septia Adinda ditemukan di Sungai Batang Anai pada Selasa (17/6/2025).
Wanda ditangkap pada Kamis (19/6/2025) dini hari dan mengakui perbuatannya, dengan motif awal yang disebutkan polisi adalah sakit hati terkait utang-piutang.
Namun, fakta baru menunjukkan bahwa Wanda juga diduga membunuh dua perempuan lain, Siska Oktavia Rusdi (23) dan Adek Gustiana (24), pada 2024, dengan jasad mereka dibuang ke sumur.
Langkah ke Depan
Mahdiyal berharap kasus ini menjadi momentum untuk mereformasi sistem pencegahan kejahatan dan penegakan hukum di Indonesia.
“Keadilan bagi Septia Adinda dan korban lainnya harus ditegakkan. Tapi lebih dari itu, kita perlu sistem yang mampu mencegah kasus serupa terjadi lagi,” pungkasnya. (*)